BPR atau Bank Perkreditan Rakyat sudah jamak kita temui di kota kecil hingga pelosok kecamatan, sedangkan di kota besar popularitas BPR masih kalah jauh dengan Bank Umum. Ditengah gempuran layanan transaksi digital (Alipay, Jenius, marketplace kredit peer to peer lending (P2P) seperti Investree, Modalku), peran bank masih signifikan di dalam kehidupan masyarakat, walaupun data perbankan menunjukkan bahwa ternyata baru 40% masyarakat Indonesia yang punya rekening bank. Kehadiran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sedniri memang sejak awal difokuskan untuk melayani masyarakat khususnya di daerah terpencil dalam kelompok yang lebih kecil lagi yang selama ini belum terjangkau secara maksimal oleh layanan bank umum. Oleh karena itu dalam melaksanakan kegiatan usaha baik secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, BPR lebih terbatas proses bisnisnya karena tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pada prinsip-nya kegiatan Bank Pengkreditan Rakyat sama dengan kegiatan bank umum tetapi yang berbeda adalah jumlah jasa yang dapat dilakukan Bank Pengkreditan Rakyat, jumlah jasa-nya lebih sedikit dari jasa yang ada di bank umum. Atau dapat dikatakan bank yang bergerak di sektor mikro. Bank Pengkreditan Rakyat sangat diharapkan mampu menjadi penunjang pelaksanaan pembangunan secara nasional. Khususnya pada area Jawa Tengah yang sekarang semakin banyak BPR Jawa Tengah yang semakin berkembang.